Sekian lama menghirup udara dunia
tak tampak raut bahagia diwajahnya
hanya rasa kecewa yang mungkin dia rasa
ibarat pribahasa "air susu dibalas air tuba"
bahagia mereka seperti ada disana
yang disini hanya mampu berpikir nalar luarlogika
"saya" bukanlah dia
"saya" bukanlah mereka
"saya" juga bukanlah alat perbandingan kebaikan
tak pantas pelaku utama berada didekatnya
begitu banyak deras air mata karna ulah darah dagingnya
kata bualan, tak luput hadir saat membahana
buntu langkah agar dia tak terluka(lagi)
konflik emosional seperti hal yang sudah biasa
banyak binatang yang hadir ditelinga
tindak anarkis pun kadang menjadi pelengkap yang sempurna
pantaskah gelar sholeh diberikannya?
mungkin murka nya yang pantas dirasa
durhakalah yang mutlak disandangnya
seperti sudah penetapan yang maha esa
penghuni neraka yang tak pantas mengharap surga
matikah jawabnya?